September kemarin, Komisi I DPR menyetujui realokasi anggaran Rp450 miliar untuk memperkuat pangkalan TNI di Natuna. Realokasi anggaran diajukan Kementerian Pertahanan karena intensitas ketegangan di Laut China Selatan meningkat beberapa waktu terakhir.
Selama ini landasan pacu di Natuna hanya bisa digunakan untuk pesawat angkut, bukan pesawat tempur. Kondisi ini membuat Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu jengkel. Apalagi kekuatan TNI di wilayah itu minim.
“Percuma saja punya pesawat tempur jika landasannya tak bisa dipakai. Natuna juga tidak punya banyak prajurit bersenjata, hanya beberapa marinir. Kami akan menambah pasukan udara, laut, dan darat di sana,” kata Ryamizard.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu yakin pembangunan markas militer di wilayah tersebut merupakan keputusan tepat. “Indonesia memiliki sumber daya alam yang perlu dijaga,” ujar Ryamizard.
Kepulauan Natuna dan perairan yang mengitarinya memiliki cadangan gas dan minyak bumi melimpah. Ladang gas D-Alpha di utara Natuna disebut memiliki cadangan 222 TCT (trillion cubic feet) dengan gas hidrokarbon sebanyak 46 CTC, salah satu yang terbesar di Asia.
Merasa terancam
Alarm Indonesia atas Natuna berbunyi pertama kali pada Maret 2014, saat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Presiden Republik Indonesia. Adalah Marsekal Pertama Fahru Zaini Isnanto selaku Asisten Deputi Koordinator Doktrin dan Strategi Pertahanan Negara Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, yang bersuara nyaring saat menyambangi Natuna.
“China telah mengklaim dengan sewenang-wenang perairan Natuna sebagai wilayah teritorial mereka, dan tidak transparan soal koordinat-koordinat yang dimasukkan ke peta mereka. Peta baru itu bahkan telah tergambar dalam paspor-paspor baru warga China,” kata Fahru seperti dilansir kantor berita Antara.
Klaim China itu sesungguhnya terkait sengketa negara itu dengan Filipina atas Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut China Selatan. Persoalannya, ujar Fahru, “Sengketa itu akan berdampak luas terhadap keamanan perairan Natuna yang masuk dalam zona teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Itu sebabnya pemerintah RI meradang. Fahru lantas terbang ke Natuna untuk melihat kekuatan Tentara Nasional Indonesia di wilayah itu, sekaligus mengecek strategi konkret mereka di sana sebagai garda terdepan Republik.
Sebulan kemudian, Jenderal Moeldoko yang saat itu menjabat Panglima TNI mengumumkan bahwa “Tentara Nasional Indonesia memutuskan untuk meningkatkan kekuatannya di Natuna.”
Dalam tulisannya yang dimuat pada 28 April 2014 di The Wall Street Journal, media internasional yang berbasis di New York, Amerika Serikat, Moeldoko mengatakan “TNI perlu mempersiapkan pesawat tempurnya untuk menghadapi potensi meningkatnya ketegangan di Natuna yang merupakan salah satu jalur perairan utama di dunia.”
Moeldoko blak-blakan mengatakan Indonesia terganggu atas langkah China memasukkan sebagian perairan Natuna ke dalam nine-dashed line, karena itu sama artinya dengan “Menyatakan sebagian Provinsi Kepulauan Riau masuk ke wilayah China.”
Natuna yang terletak di pesisir barat laut Kalimantan secara administratif masuk pemerintahan Kepulauan Riau, salah satu provinsi di Indonesia. Wilayah ini merupakan salah satu gerbang Republik –yang sayangnya berhadapan langsung dengan laut sengketa.
April 2015, enam bulan setelah Jokowi menjabat Presiden, TNI Angkatan Laut menggelar latihan militer gabungan dengan Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) di Batam yang berlokasi sekitar 300 mil dari Natuna. Itu kali kedua militer RI dan AS berlatih bersama di Batam, dan kedua negara berniat melakukannya secara rutin.
Latihan tersebut melibatkan 88 personel militer beserta pesawat pengawas dan pesawat patroli maritim yang dapat mendeteksi kapal selam. Salah satu yang dikerahkan ialah pesawat mata-mata P-3 Orion milik AS keluaran Lockheed Martin yang dapat menghadang kapal laut dan kapal selam.
Dua bulan kemudian, Juni, TNI Angkatan Udara menyatakan berencana menggelar operasi udara di langit Natuna. Mereka terus memantau ketat perkembangan sengketa di Laut China Selatan. Jika terjadi eskalasi ketegangan, operasi gabungan TNI AL, AU, dan Angkatan Darat akan dilakukan.
“Kekuatan tempur bakal digelar di Natuna dan Aceh untuk menjaga dari kemungkinan serangan dari utara,” kata Marsekal Muda Agus Dwi Putranto, Panglima Komando Angkatan Udara I.
Utara Natuna yang dimaksud Marsda Agus ialah Laut China Selatan.
Agresivitas China
Laut China Selatan yang merupakan bagian dari Samudra Pasifik membentang seluas 3,5 juta kilometer persegi dari Singapura dan Selat Malaka ke Selat Taiwan. Perairan ini menjadi sengketa China, Filipina, Malaysia, Vietnam, Brunei, dan Taiwan.
China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan, dan agresif melakukan reklamasi di Spratly –kepulauan yang jadi rebutan China dengan Filipina.
Tujuh pulau buatan dibangun China di sekitar Spratly, membuat Filipina geram. Apalagi China pun membangun landasan pacu dan fasilitas militer di Pulau Karang Fiery Cross, sebelah timur Spratly –kawasan yang juga diklaim Filipina, Taiwan, dan Vietnam.
Ulah China membuat Filipina –yang kekuatan angkatan lautnya terlemah di Asia– meningkatkan kerjasama keamanan dengan AS, Jepang, dan Vietnam yang juga khawatir dengan dominasi Negeri Tirai Bambu di Laut China Selatan. Angkatan Laut negara-negara tersebut lantas menggelar latihan militer bersama.
Selain itu, Filipina hendak meningkatkan anggaran pertahanannya untuk membeli dua fregat alias kapal perang berukuran sedang, dua pesawat patroli jarak jauh, dan tiga radar pemantau udara untuk dioperasikan di Laut China Selatan.
Sumber energi besar yang tersimpan di dalam Laut China Selatan membuat negara-negara yang berbatasan langsung dengan perairan itu mengklaim beberapa bagian Laut China Selatan sebagai wilayah Zona Ekonomi Eksklusif mereka –area 200 mil laut dari garis pantai di mana suatu negara berhak atas kekayaan alam di dalamnya.
Kusut. Itulah gambaran pertarungan kekuatan berbagai negara di Laut China Selatan, dan semua kekacauan itu terjadi di pintu masuk Indonesia.
Maka selain memperkuat pangkalan militer di Natuna, yakni Pangkalan Udara AL, TNI meningkatkan status Pangkalan AL Pontianak di Kalimantan Barat menjadi Pangkalan Utama atau pangkalan kelas A.
Pangkalan Utama TNI AL XII Pontianak di barat laut Natuna akan diperkuat tiga kapal perang dan direncanakan memiliki sekitar 1.050 prajurit. Pangkalan ini selain berfungsi memantau Laut China Selatan termasuk perairan Natuna, juga memonitor Laut Jawa dan Selat Karimata.
Lihat juga:Geliat TNI Membangun Armada Maritim Jokowi
Berikutnya, TNI hendak memperkuat Pangkalan Udara AU Ranai yang juga terletak di Natuna. Lanud tipe C itu akan ditingkatkan ke tipe B. Landasan pacunya bakal diperpanjang agar bisa dipakai mendarat pesawat tempur kelas berat seperti F-16 Fighting Falcon.
Nantinya kekuatan tempur TNI AU yang selama ini diparkir di Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat, secara bertahap akan didistribusikan ke Lanud Ranai. Di Lanud itu pun akan ditempatkan Korps Pasukan Khas TNI AU, yakni satuan tempur darat dengan kemampuan darat, laut, dan udara.
Semua itu telah direncanakan TNI sejak lama. “Persebaran pasukan TNI di sekeliling perairan Natuna bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan infiltrasi akibat instabilitas Laut China Selatan,” kata Moeldoko saat menjabat Panglima TNI.
Terlepas dari agresivitas China di Laut China Selatan, Angkatan Laut mereka, People’s Liberation Army Navy (PLAN), mengatakan membuka diri untuk bekerja sama dengan Indonesia. Hal itu mereka sampaikan saat menghadiri Simposium Keamanan Maritim Internasional yang digelar TNI AL di Jakarta, pertengahan September.
“Kami telah mendengar rencana Presiden Jokowi yang menginginkan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia, dan kami terbuka jika Indonesia nantinya hendak menjalin kerja sama dengan China. Itu rencana jangka panjang yang baik,” kata Komandan PLAN, Shen Jinlong.
Lihat juga:Jokowi Minta TNI Jadi Kekuatan Maritim Hebat di Asia Timur
Pakar politik internasional Dewi Fortuna Anwar suatu waktu pernah berkata, “China menghormati kekuatan. Jika mereka melihat Anda lemah, mereka akan memakan Anda hidup-hidup.”
---------------
Ini Kekuatan Senjata dan Pasukan yang Dikerahkan Marinir bila Perbatasan Natuna Bergolak.
Komandan Korps Marinir Mayjend TNI Marinir Buyung Lalana menegaskan kesiapan pasukan marinir dalam menjaga perbatasan di Kepulauan Riau (Kepri), dan mengantisipasi terhadap konflik yang terjadi di Natuna dan Laut Cina Selatan.
"Saat ini perlengkapan persenjataan dan kekuatan kita sudah cukup," ujar Dankormar Mayjed Buyung Lalana, saat acara HUT Marinir ke-70 di Mako Marinir X Satria Bumi Yuda (SBY), Setokok, Barelang, Batam, Minggu (8/11/2015).
Ia mengatakan, saat ini kita terus melakukan evaluasi kemampuan-kemampuan persenjataan di Korps Marinir. Karena kita harus mengimbangi kemampuan yang dimiliki negara tetangga dalam menghadapi situasi yang tidak kita inginkan.
"Untuk mengimbangi kemampuan tersebut, di sini kita menganalisis bagaimana kekuatan persenjataan kita dan bagaimana kekuatan sumber daya yang kita miliki," papar Mayjend Buyung Lalana.
Ia menambahkan, selain itu, kita mampu untuk menambah penguatan lagi. Dengan kekuatan yang ada seperti dari Surabaya dan Jakarta.
Saat ini, Mayjend Buyung Lalana mengatakan, sedang fokus pada tugas-tugas Guskamla, dan kita juga mempunyai analalisi memperkuat Batalyon ini dengan sarana-sarana apung, rider dan kemampuan operasi khusus.
"Sehingga pasukan ini bisa menjaga perbatasan dan keamanan di laut di wilayah perbatasan," tegasnya.
-----------------
Pasukan Elit Tiga Matra Dikirim ke Natuna
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan memperkuat perairan Natuna dengan menambah sejumlah kapal perang dan kapal patroli serta pesawat tempur guna mengamankan wilayah terluar yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, terimbas panasnya konflik perebutan wilayah.
"Kita akan perkuat di sini (Natuna), baik dari TNI AD, TNI AL maupun TNI AU," kata Menhan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (16/9). Personel itu berasal dari sejumlah pasukan elit di tubuh TNI, seperti Korps Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI AU, Korps Marinir TNI AL dan Raider TNI AD.
Natuna, kata dia, nantinya akan dijaga satu kompi Kopaskhas, dua kompi Raider dan dua kompi Korps Marinir. "Nanti Raider yang ditaruh di Natuna adalah pasukan Raider plus, yang mampu menggunakan 'sea rider' dan mampu melalukan pertempuran di laut," kata Ryamizard.
"Disini pulau yang paling jauh di Utara, salah satu pintu gerbang Indonesia. Di utara di laut China selatan masih ada ketegangan, antara China dan beberapa negara Asean, seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Tentu Amerika juga akan hadir di tengah-tengah ketegangan ini," katanya.
Selain memberikan rasa aman bagi masyarakat Natuna, peningkatan keamanan juga akan berdampak pada sektor pembangunan dan ekonomi masyarakat. Rakyat Natuna akan merasa aman dan nyaman dalam mengembangkan kegiatan ekonomi.
"Kedatangan saya akan memberikan rasa aman terutama di Natuna. Kalau pintu gerbang kemasukan, artinya orang lewat tidak tahu ini bisa berbahaya jika sampai masuk ke jantungnya," ujarnya.
Oleh karena itu, Kemhan akan berkoordinasi dengan TNI untuk menambahkan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) di Natuna. Menjaga keamanan negara, pemerintah Indonesia akan meletakkan satu flight atau empat unit pesawat tempur, tiga kapal perang jenis korvet, lima kapal patroli, dan dilengkapi dengan beberapa unit drone atau pesawat tanpa awak untuk menjaga Natuna. “Kapal perang dan patroli juga harus siap menangkap pencuri-pencuri ikan yang berkeliaran di perairan Natuna. Pokoknya akan kita bikin aman," tuturnya.
Empat pesawat tempur yang akan ditempatkan di Pangkalan Udara (Lanud) Ranai, Natuna, kata Ryamizard, bisa pesawat tempur Hawk 100/200 dari Lanud Pontianak dan F-16 dari Lanud Roesmin Noeryadin, Pekanbaru, Riau.
"Pesawat yang akan ditempatkan akan kita lihat lagi. Kita punya banyak F-16, sekitar dua skuadron, di Lanud Iswahjudi (Madiun) dan Lanud Roesmin Noeryadin, Pekanbaru. Di Pontianak kita juga punya Hawk. Penempatan empat pesawat ini akan dilakukan secara permanen," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.
Selain itu, Kemhan juga akan melebarkan Landasan Udara Ranai di Natuna, sehingga di Lanud bisa dilandasi oleh dua pesawat tempur sekaligus jika dalam kondisi darurat. Lanud juga akan dilengkapi alutsista penangkis serangan udara dan drone yang akan terus memantau.
“Panjang landasan 2.500 meter saya kira sudah cukup. Lebarnya saja akan ditambah menjadi 35-45 meter, supaya dua pesawat tempur bisa terbang sekaligus. Paling tidak tahun baru akan dimulai. Landasan akan bagus, nanti pesawat komersil juga enak mendarat di sini," ucapnya.
------------------
Catatan Histori
Bangsa Mongol saat di perintah oleh Kubilai Khan dalam usaha menguasai dunia dipermalukan orang dari Jawa? Tahukah anda mungkin itu satu-satunya kegagalan Mongol dalam setiap invasinya ke negara negara di sekitarnya?
Dahulu kala, Prabu Kertanegara punya cita cita yang persis seperti Gajah Mada, menyatukan Nusantara. Pada saat niat mulianya tersebut ingin dilaksanakan, datang utusan dari Mongol yang minta Jawa tahluk pada Chung Kuo (sebutan lain untuk bangsa Cina / Mongol).
Prabu Kertanegara naik pitam. Utusan Cina itu, si Meng Qi bahkan dirusak wajahnya (potong kuping) dan disuruh menghadap kaisarnya…. “bilang sama rajamu, Singosari tak sudi dijajah Cina!”
Candi Singasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara, raja terakhir Singhasari.
Keberanian Kertanegara bukan sembarangan. Dia ketakutan sebenarnya. Bayangkan, Mongol yang sudah menguasai 3/4 dunia. Apalah artinya Jawa yang bisa dikatakan negeri selalu becek ini (karena sering hujan).
Oleh karenanya Kertanegara melakukan ekspansi kekuatan ke seluruh nusantara. Khususnya menggalang kekuatan politik di sebelah barat nusantara, ke Kerajaan Melayu, menghabiskan sisa sisa Sriwijaya, Campa dan sebagainya. Gerakan ini dikenal dengan ekspedisi PaMalayu.
Saking getolnya Prabu Kertanegara melakukan ekspedisi Pa Malayu, dia sampai lupa ada penghianat licik keturunan bangsawan asli dari Kediri, yaitu Jayakatwang.
Asal tahu saja, nenek moyang Kertanegara bukan bangsawan. Tapi preman pasar bernama Ken Arok yang berhasil merebut kekuasaaan dari nenek moyang Jayakatwang. Dendam lama ini rupanya tak putus. Jayakatwang memberontak saat tentara Singosari banyak dikirim ke Swarnadwipa (sebutan Sumatera saat itu).
Jayakatwang sukses menobatkan Kertanegara menjadi raja terakhir Singosari. Namun Jayakatwang tidak membabat habis keluarga Kertanegara. Ada menantu Kertanegara yang asli keturunan Ken Arok yang bernama Raden Wijaya yang dibuang ke tanah terik gersang yang hanya bisa ditanami buah Maja. Dia juga membiarkan ke 4 putri Kertanegara masih bernapas.
Nah…. diam diam, Raden Wijaya dendam. Dia menyusun kekuatan tentaranya sendiri.
Sialnya… Jayakatawang lengah akan kekuasaan barunya. Dari hanya seorang raja bawahan di Kediri, dia sekarang adalah raja diraja Singosari yang sudah berdaulat di hampir separuh Nusantara.
Tak dinyana…. Tentara Mongol datang lagi. Tujuannya ingin menggantung raja Jawa. Pokoknya raja Jawa. Mereka sama sekali tidak tahu sudah terjadi suksesi politik di Jawa. Bukan lagi Kertanegara yang berkuasa. Tapi Jayakatwang.
Mereka tidak tahu bukan Jayakatwang yang motong kuping si Meng Qi. Pokoknya gantung raja Jawa. Dengan begitu Jawa tahluk ke Chung Kuo.
tentara Mongol dalam medan pertempuran melawan tentara Jawa
Tentu saja Jawa bukan tandingan Mongol. Apalagi kemudian Raden Wijaya yang berani dan cerdik luar biasa merasa ada peluang untuk menjaga kedaulatan Jawa dari raja lemah seperti Jayakatwang.
Raden Wijaya membonceng tentara Mongol yang mencari raja Jawa. Dalam sekejab, pertempuran tak bisa dihindari, dengan hasil yang jelas…. Jawa kalah telak dari Mongol.
Mongol membawa Jayakatwang ke Laut Jawa. Disana raja malang itu digantung. Tentara Mongol kesenangan. Mereka bersuka-cita karena berhasil mengambil alih tanah Jawa.
Memang tak ada istilah gagal dalam invasi Mongol. Kemanapun mereka masuk, mereka pasti menang. Pokoknya tentara Mongol dimabuk kemenangan. Mereka berpesta pora, mabuk-mabukan berhari-hari lamanya.
......................................................................................
Disaat Raden Wijaya melihat tentara Mongol ini sudah masuk ke fase mabuk kemenangan tak tertolongkan. Dia masuk menyerang dengan kekuatan penuh untuk menghancurkan tentara Mongol yang mau menjajah Jawa ini.
Dengan kekuatan yang sebenarnya tak seberapa. Tapi dimenangkan penguasaan wilayah, otak pemimpin yang tak ada duanya. Musuh yang sedang terbuai. Maka terbunuhlah tentara-tentara Mongol itu. Sekali Lagi Nusantara diselamatkan dari kekuasaan asing.
Ini kekalahan Mongol paling memalukan sepanjang sejarah. Raden Wijaya kemudian memproklamasikan Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan baru yang berasal langsung dari Singosari.
......................................................................................
Sebagai upaya pengamanan, Raden Wijaya lantas mengawini ke empat putri Kertanegara. Kebetulan Kertanegara tidak punya putra. Maka, dialah satu satunya saat itu yang paling berhak menduduki tahtah Jawa.
No comments:
Post a Comment