Google analytics

EALAH .. MERDEKA KOK 'NGEMIS'

70 tahun Indonesia -- Banyak catatan menarik di balik peringatan hari kemerdekaan RI ke 70 yang jatuh tahun ini. Nasionalisme tetap tinggi, meski aroma separatisme tercium kencang di Aceh dan Papua.

Perayaan kemerdekaan RI adalah kegembiraan. Inilah mengapa pesta rakyat digelar dimana-mana. Ada karnaval, pentas seni, aneka perlombaan dan sebagainya. Semua ini menunjukkan kecintaan rakyat pada negaranya masih sangat kuat. Bagi mereka, NKRI adalah harga mati!


Di balik kegembiraan itu, serangkaian catatan penting pun telah tergelar. Di antaranya adalah keinginan Presiden RI untuk menghidupkan lagi pasal penghinaan presiden, sang saka merah-putih diturunkan di Aceh dan Papua, perombakan kabinet, dan PHK kian menggila. Sementara itu pemerintah kian rajin berbicara tentang proyek-proyek raksasa dan kebangkitan kembali ekonomi Indonesia.

Masyarakat tentu menunggu apakah perekonomian akan benar-benar kembali kinclong pada semester kedua ini sebagaimana dinyatakan oleh presiden, lalu terbang lebih tinggi lagi. Pada semester kedua, kata Jokowi, pemerintah akan menggenjot realisasi proyek-proyek infrastruktur dengan kecepatan tinggi.

Janji-janji pemerintah Cina untuk menggelontorkan duit puluhan miliar dolar pun diharapkan menjadi kenyataan. Maklum, dana tersebut sangat dibutuhkan oleh pemerintah, yang telah mengisyaratkan konfrontasi terhadap Bank Dunia dan IMF. Lihat saja, Rizal Ramli, tokoh yang sangat gencar memaki lembaga keuangan dunia tersebut sebagai agen kapitalis penggarong kekayaan Indonesia, telah diangkat menjadi Menko.

Pada saat yang sama, kapal-kapal perang Cina rajin mengawasi Laut Natuna, yang sejak beberapa tahun lalu diklaim sebagai miliknya. Di laut yang kaya gas alam ini, kapal-kapal berbendera Palu-Arit tersebut siap menghantam siapa saja yang berani melanggar wilayah kedaulatannnya. Kapal berbendera Merah-Putih jelas bukan pengecualian.

Selain Cina, Presiden Jokowi tentu juga berharap agar permohonannya kepada Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dikabulkan. Permohonan itu adalah agar negara mini itu membantu Indonesia mengembangkan E-government, dan mendatangkan lebih banyak investasi ke Indonesia. “Negara yang 50 kali lebih besar itu minta tolong kepada kita. That’s not bad,” katanya melalui video resmi kantor perdana menteri.

Catatan yang tak kalah menarik di balik kemeriahan perayaan hari kemerdekaan tahun ini adalah unjuk kekuatan GAM di Aceh. Di wilayah yang tak mau mengaku sebagai salah satu provinsi Indonesia ini, sejak menjelang 17 Agustus 2015, bendera GAM berkibar dimana-mana. Pengibaran ini bahkan dilakukan oleh DPRK Aceh Utara dan  Lhokseumawe sebagai simbol tuntutan agar pemerintah Indonesia segera mengakui bendera tersebut.

Hal yang sama juga terjadi di Papua. Bedanya, kabarnya, disana serdadu negara tetangga ikut campur. Sementara itu, masyarakat di sana juga berharap agar bentrokan Islam-Kristen seperti di Tolikara tak terulang.

Semua hal di atas, baik yang buruk maupun baik, mengingatkan arti penting pepatah Manado bahwa ‘Torang samua barsudara’. Bagi pemerintah, sebaiknya menghentikan usaha untuk menghidupkan pasal penghinaan presiden, dan berkaca pada apa yang pernah dikatakan oleh seorang tokoh kemanusiaan dari Belanda, Corie ten Boom: “Orang-orang yang melontarkan kritik bagi kita pada hakikatnya adalah pengawal jiwa kita, yang bekerja tanpa bayaran.”

Dengan demikian, kita akan menjadi bangsa merdeka yang merdeka!

Sumber

No comments:

Post a Comment